Minggu, 30 November 2014

kasus kejahatan korporasi

Polisi Bidik Kejahatan Korporasi dalam Kasus Restitusi Pajak

JAKARTA - Kepolisian berencana akan mempidanakan korporasi yang melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak.


"Kami masih melakukan penggkajian untuk mengajukan korporasinya dalam kejahatan korporasi, perusahaan sebagai pelaku tindak pidana,"kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2013).


Menurutnya dalam praktiknya perusahaan yang dikendalikan Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil kejahatan pajak.


"Rupanya uang suap yang diberikan merupakan hasil restitusi pajak," ucapnya.


Pihaknya pun masih terus mengembangkan kemungkinan ada perusahaan lain yang melakukan kejahatan pajak yang sama sehingga negara mengalami kerugian.


"Kami sedang mempelajari dokumen-dokumen dari kantor pajak, sasarannya wajib pajak lain yang ditangani dua tersangka ini, yang mungkin memperoleh restitusi pajak dengan cara yang sama,"kata Arief.


Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Pajak.


Dua orang di antara adalah mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari Komisaris PT Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty.


Akibat persekongkolan tersebut, negara dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007.


Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto, dan Berty diamankan Senin (21/10/2013) dan kini meringkuk di Tahanan Bareskrim Polri. Ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan 6 undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).


Sabtu, 15 November 2014

Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Produk aqua danone (Kasus AMDK )


Kasus AMDK
Selain pada privatisasi PDAM yang melibatkan asing, kerugian juga terjadi pada produksi air minum dalam kemasan (AMDK). Dari sejumlah 246 perusahaan AMDK yang beroperasi di Indonesia dengan total produksi sebesar 4,2 miliar liter pada tahun 2001, 65% dipasok oleh 2 badan hukum perusahaan asing, yakni Aqua (Danone) dan Ades (Coca Cola Company). Sisanya 35% diproduksi oleh 244 perusahaan AMDK lokal.
Aqua merupakan pelopor bisnis AMDK, dan saat ini menjadi produsen terbesar di Indonesia. Bahkan pangsa pasarnya sendiri sudah meliputi Singapura, Malaysia, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di Indonesia Aqua menguasai 80 persen penjualan AMDK berbentuk galon. Sedangkan untuk keseluruhan bisnis AMDK di Indonesia, Aqua menguasai 50% pasar. Saat ini Aqua memiliki 14 pabrik yang tersebar di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi.
Produsen AMDK merk Aqua, PT. Golden Mississippi (kemudian bernama PT Aqua Golden Mississipi) didirikan oleh Tirto Utomo (1930-1994) pada 23 Pebruari 1974. PT Aqua Golden Mississipi (AGM) bernaung di bawah PT. Tirta Investama. Pabrik pertamanya didirikan di Bekasi. Sejak saat itu, orang Indonesia mulai mengkonsumsi AMDK dengan membeli.
Danone, sebuah korporasi multinasional asal Perancis, berambisi untuk memimpin pasar global lewat tiga bisnis intinya, yaitu: dairy products, AMDK dan biskuit. Untuk dairy products, kini Danone menempati posisi nomor satu di dunia dengan penguasaan pasar sebesar 15%. Sedangkan untuk produk AMDK, Danone mengklaim telah menempati peringkat pertama dunia lewat merek Evian, Volvic, dan Badoit. Sebagai produsen AMDK nomor satu dunia, Danone harus berjuang keras menahan gempuran Coca-Cola dan Nestle. Danone terus menambah kekuatannya dengan memasuki pasar Asia, dan mengambil alih dua perusahaan AMDK di Cina.
Di Indonesia, Danone berhasil membeli saham Aqua pada tanggal 4 September 1998. Aqua secara resmi mengumumkan “penyatuan” kedua perusahaan tersebut. Tahun 2000 Aqua meluncurkan produk berlabel Aqua-Danone, dan tahun 2001, Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT. Tirta Investama dari semula 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua-Danone.
Dalam berbisnis, Aqua-Danone kerap melanggar prinsip good corporate governance (GCG) dan merugikan masyarakat. Salah satu contoh adalah pada eksploitasi air di Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi. Mata air di Kubang telah dieksploitasi habis-habisan oleh Aqua sejak tahun 1992. Sebelumnya kawasan ini adalah lahan pertanian, yang kemudian dirubah menjadi kawasan ‘seperti hutan’ yang tidak boleh digarap. Sekeliling kawasan mata air Kubang dipagari tembok oleh Aqua-Danone dan dijaga ketat oleh petugas. Tak ada seorang pun yang boleh memasuki kawasan tersebut tanpa surat ijin langsung dari pimpinan kantor pusat Aqua Grup di Jakarta.
Pada awalnya air yang dieksploitasi adalah air permukaan. Namun sejak 1994, eksploitasi jalur air bawah tanah dilakukan menggunakan mesin bor tekanan tinggi. Sejak saat itu kualitas dan kuantitas sumberdaya air di wilayah tersebut menurun drastis. Masyarakat harus membayar mahal karena dampak berkurangnya ketersediaan air bersih. Tinggi muka air sumur milik kebanyakan warga maksimal hanya tinggal sejengkal (~15 cm). Bahkan beberapa sumur menjadi kering samasekali. Padahal sebelumnya, tinggi muka air sumur mencapai 1-2 meter. Ketika sumber air belum dieksploitasi, masyarakat hanya menggali sumur sedalam 8-10 meter untuk kebutuhan air bersih. Sekarang, warga perlu menggali hingga lebih dari 15-17 meter, atau membeli mesin pompa untuk mendapatkan air.
Masalah lain di Kubang Jaya adalah, kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian. Masalah ini dialami petani dari hampir semua kampung di kawasan desa Babakan Pari. Para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak mendapat bagian air dan mengandalkan air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan mengakibatkan masalah perekonomian serius bagi para petani.
Hal serupa juga terjadi di Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Aqua-Danone mengeksploitasi air besar-besaran dari sumber mata air sejak 2002. Padahal, mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Karena debit air menurun drastis sejak Aqua-Danone beroperasi, maka petani harus menyewa pompa untuk irigasi. Parahnya, untuk kebutuhan sehari-hari pun, warga harus membeli air dari tangki air dengan harga mahal. Hal ini karena sumur-sumur mereka sudah mengering akibat “pompanisasi” besar-besaran yang dilakukan Aqua-Danone. Ini sangat ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang memiliki 150-an mata air.
Hal ini kemudian memicu reaksi dari masyarakat petani dan pemerintah daerah di Kabupaten Klaten pada tahun 2004. Karena Air yang dulu melimpah mengairi sawah, kini mulai mengering dan menyusahkan para petani di Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Akibatnya pemerintah Kabupaten Klaten juga mengancam akan mencabut ijin usaha perusahaan tersebut, tapi sampai saat ini eksploitasi air tanah di Klaten oleh Aqua-Danone masih terus berlangsung.
Diperkirakan eksploitasi air yang dilakukan pada sumber-sumber air di Kabupaten Klaten oleh Aqua-Danone mencapai 40 juta liter/bulan (Balai Pengelolaan Pertambangan dan Energi/ BPPE). Jika dengan estimasi harga jual Rp 80 miliar/bulan maka nilai eksploitasi air mencapau Rp 960 miliar/tahun. Sementara itu, untuk eksploitasi di Klaten tersebut, Aqua-Danone/ PT Tirta Investama (AGM) hanya membayar retribusi Rp 1,2 miliar, sebagai PAD Kabupaten Klaten, dan sekitar Rp 3-4 juta pembayaran pajak (Pasal 5 Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003). Untuk di sumur Klaten yang seharusnya hanya diizinkan untuk menyedot air sebanyak 20 liter/detik (karena tanpa Amdal), pihak Danone-Group mampu menguras air hingga 64 liter/detik.
Kasus Penyelewengan AMDK Aqua-Danone
Aqua-Danone hingga saat ini telah memiliki 14 pabrik dengan 10 sumber air berbagai daerah di Indonesia, yakni Berastagi Sumut, Jabung dan Umbul Cancau (Lampung), Mekarsari, Sukabumi (Jabar), Subang, Cipondoh (Jabar), Wonosobo, Mangli (Jatim), Klaten, Sigedang (Jateng), Pandaan (Jatim), Kebon Candi (Jatim), Mambal (Bali) dan Menado, Airmadidi (Sulut). Dua sumur terbesar yang mensuplai lebih dari 70% air merk Aqua ialah sumur Klaten dan Sukabumi. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan Aqua-Danone terdaftar dengan nama Aqua Golden Mississipi (AGM). Publik memiliki sekitar 6% saham AGM
Dalam hal nilai saham, tercatat bahwa Aqua-Danone telah mengalami kenaikan harga yang spektakuler selama menjadi perusahaan terbuka. Jika pada saat pertama kali go public saham AGM hanya berharga beberapa ribu rupiah (anggap saja Rp 10.000) per lembar, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi sekitar Rp 130.000. Saat ini (September 2009) harga saham AGM adalah sekitar Rp 240.000 per lembar. Berulangkali sejak tahun 2000 hingga 2004, atau juga berlanjut hingga beberapa tahun terakhir, AGM berupaya untuk delisting (menjadi perusahaan tertutup) dari BEI. Karena harga sahamnya terus meningkat, maka keinginan delisting ini patut dipertanyakan atau malah dicurigai.
Tampaknya AGM tidak ingin melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun, terutama jika memperhatikan praktik bisnis yang dijalankan selama ini yang jauh dari prinsip good corporate governance. AGM atau Aqua-Danone tampaknya ingin meneruskan prilaku koruptif penyedotan air tanpa kontrol, menyembunyikan data produksi dan pendapatan, termasuk upaya penggelapan pajak yang telah berlangsung sebelumnya, sebagaimana diuraikan berikut ini.
Dari seluruh pabrik AMDK yang dimiliki, diperoleh informasi bahwa produksi Aqua-Danone terus meningkat dari tahun ke tahun (lihat Tabel 1). Namun meskipun produksi air kemasan terus meningkat, laba kotornya malah mengalami penurunan atau stagnan. Sejak tahun 2001 hingga 2008, AMDK yang diproduksi telah meningkat dari 2,3 miliar liter menjadi 5,71 liter, atau peningkatan sekitar 250%. Namun laba kotor perusahaan justru lebih rendah, yaitu turun dari Rp 99,01 pada tahun 2001 menjadi Rp 95,63 miliar pada tahun 2008. Penurunan ini tampaknya tidak wajar dan pantas untuk diusut lebih lanjut.
Disamping memanipulasi informasi tentang produksi air dan laba kotor di atas, Aqua-Danone juga melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance, termasuk dalam asal-usul pemilikan saham. Secara garis besar, berbagai dugaan penyelewengan yang terjadi pada Aqua-Danone antara lain adalah:
• Aqua-Danone selalu mencantumkan pada label kemasan air minumnya sebagai produk yang bersumber dari mata air alami pegunungan. Namun pada kenyataannya, sumber AMDK merk Aqua ini berasal dari eskplotasi air tanah di berbagai daerah dengan menggunakan berbagai peralatan canggih;
• Danone mengaku memiliki 74% Tirta Investama. Namun dalam lembaran negara tahun 2002, nama Danone tidak tercantum sebagai pemegang saham Tirta Investama. Yang tercantum adalah pemegang saham dengan nama-nama pribadi/swasta yang berdomisili di Singapura. Pemerintah Indonesia harus mengusut manipulasi ini, termasuk mengusust hubungaan Danone dengan swasta-swasta tersebut;
• Melaksanakan operasi penyedotan air di sebagian lokasi hanya dengan menggunakan memorandum of understanding (MOU) dengan pemda masing-masing lokasi. Hal ini jelas tidak mempunyai landasan hukum. Dalam hal ini, Aqua-Danone harus mematuhi peraturan dari Departemen ESDM, termasuk dalam membuat kontrak dengan pemerintah, tidak sekedar MOU;
• Menyedot air tanah pada lokasi penambangan air di daerah-daerah , umumnya tanpa AMDAL, karena Aqua-Danone mengaku menyedot jumlah air di bawah kewajiban AMDAl. Aqua-Danone wajib memiliki AMDAL jika mengeksploitasi air lebih dari 50 liter/detik. Untuk menghindari kewajiban ini, Aqua-Danone secara resmi mengaku mengeksploitasi dalam volume yang lebih rendah dari 50 liter/detik, meskipun pada praktiknya yang disedot melebihi 50 liter/detik;
• Sejalan dengan pelanggaran AMDAL, Aqua-Danone menyedot air dari lokasi penambangan dalam jumlah/volume (debit) yang umumnya tidak transparan. Umumnya terjadi perbedaan antara volume air yang disedot (dan jumlah sumur yang digunakan) dengan volume (dan jumlah sumur) yang dilaporkan secara resmi. Seperti terjadi di Klaten, yang diijinkan untuk disedot 20 liter/detik, namun kondisi riil di lapangan adalah 64 liter/detik;
• Menggelapkan pembayaran sebagian kewajiban retribusi penyedotan air kepada pihak pemda-pemda sebagai akibat diturunkannya (direndahkan/under-valued dengan sengaja) volume air yang dilaporkan secara resmi, dibanding volume yang sebenarnya disedot;
• Meggelapkan pajak karyawan ekspatriat dengan cara menurunkan (merendah-rendahkan) besarnya gaji dibanding yang sesungguhnya. Sebagai contoh, seorang ekspatriat bernama Bui Khoi Hung Gilbert (sesuai bukti-bukti yang penulis terima dari yang bersangkutan), bekas karyawan Aqua-Danone (2004-2006) secara resmi bergaji sekitar € 7.600 atau US$ 10.600 /bulan (US$ 127.680/tahun). Namun oleh manajemen Aqua-Danone, yang bersangkutan dilaporkan hanya bergaji US$ 2000/bulan (US$ 24.000/tahun). Jika besarnya PPH adalah 35%, maka besarnya pajak yang digelapkan adalah 35% x US$(127.680-24.000) = US$ 36.288, atau sekitar Rp 362 juta/tahun. Aqua-Danone mempekerjakan ekspatriat sekitar 15 -20 orang. Dengan demikian, kerugian negara akibat penggelapan pajak penghasilan (PPH) yang dilakukan Aqua-Danone adalah Rp 5,43 miliar – Rp 7,24 miliar per tahun.
• Dalam rangka mengurangi beban biaya operasi, merubah status sebagian “karyawan tetap pribumi”, dengan cara mem-PHK dan dialihkan ke suatu yayasan. Karyawan tersebut kemudian dipekerjakan kembali sebagai tenaga outsourcing yang dikontrak melalui yayasan tersebut.
Pengamat bisnis Erwin Ramedhan yang telah lama mengamati gerak-gerik Aqua-Danone, mempersoalkan status hukum PT. Tirta Investama selaku induk perusahaan Aqua-Danone. Dalam berbagai kesempatan sering diungkapkan bahwa PT. Tirta Investama merupakan susidiary atau anak perusahaan Danone. Namun tidak dijelaskan Danone mana yang dimaksud, apakah Danone Paris, Danone Asia Pte Ltd Singapore, atau Danone Asia Pacific Shanghai. Jika diperiksa di lembaran berita negara tahun 2002, Danone tidak tercatat sebagai pemegang saham PT.Tirta Investama. Yang ada hanyalah perusahaan-perusahaan Singapura seperti Feddian dan Sondon selaku pemegang saham tersebut.
Selanjutnya, Danone mengaku sebagai pemegang saham Aqua Golden Mississippi yang telah dijualnya kepada PT. Tirta Investama. Hal inilah yang menyebabkan status PT. Tirta Investama menjadi tidak jelas dengan berbagai istilah-istilah lain, seperti anak perusahaan (subsidiary), strategic alliance, co-branding, partnership dan lain-lain. Banyak kalangan menduga bahwa hal tersebut merupakan strategi Aqua-Danone untuk menghilangkan semua kemungkinan transparansi korporat demi gerak bebas modal, pimpinan holding dan penentu finansial dan bahkan tindakan pencucian uang.
Seperti dimuat di Kompas tanggal 3 April 2009 yang lalu, Group Danone berinisiatif mengalokasikan dana sebesar € 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun untuk membaiayi proyek-proyek sosial yang berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan di sejumlah negara. Indonesia merupakan negara yang diperioritaskan memperoleh bagian terbesar dari dana tersebut. Kita patut berterima kasih atas adanya bantuan tersebut, terutama jika sumber dana bantuan dapat dipertanggungjawabkan dan bantuan diberikan tanpa pamrih. Namun di sisi lain kita bertanya-tanya, mengapa Danone mampu memberikan bantuan di saat krisis global sedang memuncak. Kita juga sedikit khawatir, mengapa bantuan diberikan pada saat menjelang Pemilu.
Terlepas dari itu semua, kita meminta semua pihak untuk bersikap transparan: Danone harus mendeklarasikan berapa sebenarnya jumlah bantuan yang diberikan dan kepada siapa atau instansi mana diberikan. Kita juga menuntut lembaga negara yang telah menerima bantuan tersebut untuk menyampaikan kepada publik segala sesuatu terkait bantuan tersebut. Kita meminta agar BPK mengaudit penerimaan dan penggunaan dana bantuan, termasuk meminta Presiden SBY memerintahkan klarifikasi atas bantuan Danone ini.
Berbagai penyelewengan Aqua-Danone yang diuraikan di atas merupakan bukti bagaimana satu MNC menjalankan bisnis air di Indonesia, yang antara lain mendapat legitimasi UU No.7 Tahun 2004. Disamping itu Aqua-Danone tampaknya memang menjalankan praktik bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip GCG, melanggar etika dan aturan hukum yang berlaku. Untuk itu semua lembaga negara terkait, seperti Departemen ESDM, Departemen Keuangan, Departemen LH, Departemen Dalam Negeri, Ditjen Pajak, Polri, dsb., harus mengusut kasus ini secara terintegrasi Seluruh ketentuan teknis, prosedur operasional dan pertaturan yang berlaku harus ditegakkan.
Kita sebagai bangsa harus menegakkan kedaulatan negara dan mengutamakan kepentingan rakyat, serta menjaga martabat bangsa dari segala bentuk moral hazard, termasuk intervensi dan suap dari asing. Penulis sendiri telah melaporkan dugaan kejahatan korporasi yang dilakukan oleh Aqua-Danone kepada Ditjen Pajak dan KPK pada bulan Nopember-Desember 2008 yang lalu, tanpa hasil yang diharapkan….
Menggugat Pemerintah
Privatisasi air telah menyebabkan hilangnya jaminan pelayanan hak dasar rakyat atas air, melanggar HAM, membuat akses masyarakat terhadap air terbatas dan mahal, merusak lingkungan, menimbulkan krisis air, mengganggu kebutuhan pertanian dan kehidupan dasar rakyat. Privatisasi PDAM dan bisnis AMDK oleh MNC telah mendatangkan berbagai dampak negatif yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan tindakan korektif. Peran pengelolaan air tidak dapat diserahkan pada swasta yang meletakkan keuntungan sebagai tujuan pertama (profit first).
Sindikat internasional, termasuk BD, ADB, IMF dan WTO akan terus menjalankan agenda privatisasi dengan mendukung penuh MNC. Kerjasama sindikasi ini telah dan akan terus memaksa pemerintah untuk patuh menyerahkan kuasa dan manfaat atas sumberdaya air dan kekayaan alam lain milik negara. Untuk maksud tersebut, mereka telah memaksakan pemberlakuan UU No.7 Tahun 2004, dan hal ini tak lepas dari ketakutan pemerintah pada kekuatan asing, perilaku KKN pemegang kekuasaan, dan nafsu menjajah yang diusung para kolonialis dan MNC, termasuk Aqua-Danone.
Pemerintah harus merubah sikap secara mendasar dalam pengelolaan sumberdaya air Jaminan terhadap hak atas air bagi masyarakat merupakan tanggungjawab pemerintah. Pemerintah harus kembali pada amanat konstitusi, bahwa pengelolaan sumberdaya air harus dijalankan untuk memperoleh manfaat bagi sebeasr-besar kemakmuran rakyat. Privatisasi yang berlaku saat ini harus dikoreksi atau bahkan diakhiri. Seluruh penyelewengan dan pelanggaran yang telah terjadi, termasuk oleh MNC seperti Aqua-Danone harus diselesaikan secara tuntas dan diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku.
Penegakan hukum atas Aqua-Danone merupakan salah satu gugatan dan tuntutan kami kepada pemerintah dalam tulisan ini. Itu kalau kita masih menganggap negara ini negara hukum dan kita masih mempunyai harga diri dan kedaulatan.[]
foto ilustrasi: tabloid harapan indah
*) Tentang Penulis:
Marwan Batubara, lahir di Delitua, Sumatera Utara, 6 Juli 1955. Marwan adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2004-2009, mewakili provinsi DKI Jakarta. Menamatkan S1 di Jurusan Tehnik Elektro Universitas Indonesia dan S2 bidang Computing di Monash University (Australia). Marwan adalah mantan karyawan Indosat 1977-2003 dengan jabatan terakhir sebagai General Manager di Indosat. Melalui wadah Komite Penyelamatan Kekayaan Negara (KPK-N), ke depan Marwan berharap bisa berperan untuk mengadvokasi kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam, agar dapat bermanfaat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Jumat, 24 Oktober 2014

Review Jurnal

1. Judul Jurnal : CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) dan Tinjauan Teoritis     dan Praktik di Indonesia
     Penulis   : Lina Anatan, S.E., M.Si.
     Penerbit : Elex Media Computindo.
     Edisi  1 tahun 2008

   Kata kunci : Tinjauan Teoritis dan Praktik di Indonesia

  Abstrak : CSR merupakan salah satu wujud partisipasi dunia usaha dalam 
 pembangunan berkelanjutan untuk mengembangkan program kepedulian perusahaan 
 kepada masyarakat sekitar melalui penciptaan dan pemeliharaan keseimbangan 
 antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial, dan pemeliharaan lingkungan 
 hidup. Dengan perkataan lain, CSR dikembangkan dengan koridor Tri Bottom Line
 yang mencakup sosial, ekonomi, dan lingkungan. Contoh sederhana pelaksanaan 
 CSR adalah dengan menghasilkan produk yang aman, tidak berbahaya bagi 
 kesehatan, dan ramah lingkungan; membuat sumur resapan; penyaluran limbah 
 dengan baik; dan pembatasan penggunaan AC dan listrik.    
 Sumber : Ambadar, J., 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia.
Edisi 1, Penerbit Elex Media Computindo.




2. Judul Jurnal : Definisi, Pilar Aktivitas, Bentuk dan Keuntungan Program Corporate Social Responsibilit
      Kategori : manajemen pemasaran
     Penulis   : Wibisono.
     Edisi   tahun 2007

   Kata kunci : Bentuk dan Keuntungan Program Corporate Social Responsibilit
  Abstrak : Definisi Corporate Social Responsibility
Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72).  
  sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/corporate-social-responsibility-csr.html

    

  3.  Judul Jurnal :Corporate social responsibility(CSR)dengan business ethic(etika       bisnis) 
       Kategori           : Etika Bisnis dan CSR
       Penulis             : Chrysanti Hasibuan-Sedyono 
       Edisi                : Tahun 2007
    Kata kunci :  Etika Bisnis dan CSR
   
    Abstrak : etika bisnis lebih melekat kepada individu yang menjalankan entitas bisnis. Sedangkan CSR sebagai hasil atau kebijakan dari perusahaan itu sendiri. Menurutnya, etika bisnis pengusaha di Indonesia semakin hari semakin membaik. Ia menyebut krisis moneter yang sempat meruntuhkan perekonomian Indonesia sebagai contoh dari etika bisnis perusahaan yang buruk. Namun, semakin banyaknya pelaksanaan dan beragamnya kegiatan CSR menunjukkan kalau etika bisnis di Indonesia terus membaik. Hal ini lepas dari diwajibkannya CSR seperti tertuang di Undang-Undang Perseroan tahun 2007. Menjadikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, menunjukkan etika bisnis yang baik.
 
Sumber : http://www.ti.or.id/index.php/news/2010/11/22/dasari-csr-dengan-etika-bisnis

Selasa, 10 Juni 2014

Kebudayaan Kota Jambi



Sejarah Kebudayaan Jambi
Pada Zaman Melayu kuno, Kota Jambi mendapatkan keuntungan dari aktivitas perdagangan antara Asia Barat dan Cina, oleh karena itu Negara Cina menjadi sumber informasi mengenai latar belakang sejarah Jambi.
Pada Tahun 1460 – 1907, Jambi yang dikenal akan Kerajaan Islam dikenal sebagai Melayu II. Ratu pertama dalam kerajaan ini adalah Selaro Putri Pinang Masak didampingi oleh suaminya bernama Datuk Paduko Berhalo.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar, colonial Belanda mendirikan perusahaan perdagangan mereka di Muara Kampeh.Namun tidak bisa bertahan lamanya pesaing asing dan penolakan dari orang-orang sekitar memaksa VOC menutup perusahaan pada tahun 1625. Ketegangan kembali berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil, beliau harus menghadapi banyak kendala seperti persaingan dengan Sultan Johor dan tekanan dari VOC sejak ia memberikan izin perdagangan ke Portugis di Sungai Batanghari. Akhirnya, karena berada di dalam tekanan beliau harus menyetujui persetujuan perjanjian kerjasama dengan VOC ditandatangani oleh anaknya, Pangeran Ratu Raden Penulis yang kemudian menjadi pengganti beliau dan mendapat gelar Sultan Abdul Mahyu Sri Ingolongo. Suatu ketika dalam periode 1665 – 1690, Sulatan Ingolongo ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Pulau Banda. Penangkapan itu memicu aksi masyarakat dan puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Thaha (1856 – 1904). Pada tahun 1907, Jambi sepenuhnya menyerah kepada kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, gerakan masyarakat dan komunitas pemuda yang didirikan masyarakat Jambi untuk mendukung gerakan pemerintahan Indonesia. Namun, administrasi pemerintahan tidak berjalan mulus karena pemberontakan bergolak di seluruh daerah. Tahun 1948, provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga dan Jambi menjadi Provinsi Sumatera Tengah. Administrasi pemerintahan mulai membaik setelah konferensi ‘Meja Bundar’. Tahun 1958, Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga, salah satunya adalah Jambi.
· Budaya
1. Provinsi Jambi berbagai budaya tetapi pada dasarnya berdasarkan budaya Melayu salah satunya sepanjang Sungai Batanghari, masih bisa dilihat orang yang tinggal di Rumah Panggung yang terbuat dari kayu lokal.
2. Batik dan Songket Jambi memiliki karakteristik yang berbeda dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dengan karakteristik bunga-bunga.
3. Tari Rantak Kudo disebut begitu karena gerakannya yang menghentak-hentak seperti kuda, tarian ini dilakukan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti.
4. Tari Sekapur Sirih dilakukan untuk menyambut tamu yang dihormati dan ditarikan oleh remaja putri.
5. Tari Serengkuh Dayung menggambarkan tentang perasaan searah setujuan, kebersamaan dan ditarikan oleh penari putri.
6. Tari Baselang menceritakan tentang semangat gotongroyong masyarakat desa dan ditarikan putra putrid
7. Tari Inai untuk menghibur mempelai wanita yang sedang memasang inai di malam hari, sebelum duduk di pelaminan ditarikan Putra dan Putri.
8. Tari Japin Rantau menggambarkan prikehidupan masyarakat di pesisir pantai.
· Suku
1. Suku Kubu atau Suku Anak Dalam adalah salah satu suku bangsa minoritas dan salah satu yang tertua yang hidup di pulau Sumatera, Kehidupan mereka sekarang sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang berada di Jambi.
2. Suku Batin sebagian besar tinggal di wilayah sepanjang sungai tambesi, sampai saat ini Suku Batin masih mempertahankan adat istiadat berupa bangunan-bangunan tua yang disebut “Kajang Lako” karena bentuk dari bubungan rumah mirip dengan perahu.
3. Suku Kerinci
4. Suku Penghulu
· Makanan Khas
1. Tempoyak merupakan makanan yang berasal dari buah durian yang difermentasikan, dan bisa juga dibuat Gulai Tempoyak.
2. Gulai Tepe Ikan terbuat dari ikan gabus yang dihaluskan dan dicampur tepung dan telur.
3. Malbi adalah masakan gulai daging, namun memiliki citarasa manis karena dimasak dengan kecap dan sedikit gula merah.
4. Gulai Ikan Patin bisa dimasak dengan Tempoyak tetapi sebagia orang mengganti Tempoyak dengan santan kelapa untuk menghindari baud an rasa Tempoyak yang cukup menyengat.
5. Padamaran terbuat dari tepung beras, santan dan gula merah sebagai pemanis. Bahan-bahan ini kemudian ditempatkan di sebuah cup yang terbuat dari daun pisang lalu dikukus hingga matang.
6. Dendeng Batokok adalah irisan daging sapi yang direbus dalam air kelapa yang telah dibumbui bawang putih dan jahe.
7. Nasi Minyak adalah beras yang dimasak dengan susu, saus tomat, minyak samin dan rempah-rempah, Nasi Minyak biasanya disajikan pada saat acara-acara khusus.
· Tempat Wisata
1. Perkebunan Teh Kayu Aro
Perkebunan ini dirintis tahun 1925 – 1928 oleh perusahaan Belanda NV HVA, perkebunan ini tercatat sebagai perkebunan teh tertua di Indonesia. Di tengah perkebunan terdapat “Aroma Pecco” yang merupakan sebuah taman dengan sebuah kolam yang pada zaman penjajahan Belanda dulu merupakan tempat penampungan air bagi perkebunan teh.
2. Masjid Kuno Pondok Tinggi
Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat dusun Pondok Tinggi pada Tanggal 1 Juni 1874 dengan dinding terbuat dari anyaman bambu, tahun 1890 dindingnya diganti dengan kayu yang berukir bermotif berbagai bangsa Persia, Romawi, Mesir dan motif lokal. Pembangunannya selesai pada tahun 1902, keunikannya adalah arsitekur bangunan dengan mengikuti model masjid masa lampau.
3. Danau Kerinci
Kita dapat melihatnya dari daerah Pesanggrahan, Tanjung Hatta adalah tempat Bung Hatta menikmati panorama Danau Kerinci dan menanam pohon disana. Desa Saleman terdapat Rumah Laheik yang merupakan rumah khas Kerinci dan di sekitar Danau Kerinci terdapat sejumlah batu berukir yang diduga peninggalan manusia megalit.
Suatu desa di Kabupaten Kerinci ini memiliki potensi wisata alam dan budaya yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan. Salah satu gunung yang diberi nama Gunung Betuah memiliki keunikan sebagai gunung yang sangat sulit didaki. Masyarakat lokal dan turis mancanegara sudah berupaya namun tetap belum bisa ditaklukkan.
Di daerah sekitar Gunung Betuah terdapat 5 buah Danau yang masih alami dengan karakteristik warna air dan jenis ikan yang berbeda pada tiap danaunya. Contohnya Danau Kaco, yang didalamnya bisa ditemukan Ikan Semah dan mempunyai tampilan air berwarna biru.
Di kaki Gunung Betuah juga terdapat Hutan Adat yang masyarakat lokal menyebutnya sebagai Hutan Ulu Air. Masyarakat Lempur menerapkan sanksi adat yang ketat bagi perusak Hutan Ulu Air.
Di Desa Lempur Mudik juga terdapat benteng pertahanan Depati Parbo, seorang Pahlawan Perjuangan Kerinci yang bertempur menghadang belanda dari Bengkulu. Perang ini dikenal dengan Perang Menjuto.
5. Taman Nasional Kerinci Seblat
Merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah serta beberapa ekosistem yang khas, memiliki 4000 jenis tumbuhan, terdapat 42 jenis mammalia, 10 jenis reptillia, 6 jenis amphibia, 6 jenis primate dan 306 jenis burung.
6. Arum Jeram Merangin
7. Taman Nasional Bukit Dua Belas
8. Taman Nasional Bukit 30
9. Hutan Harapan
10. Kota Seberang Jambi
Kota Seberang akan dijadikan kawasan cagar budaya, karena dipisahkan oleh Sungai Batanghari memiliki banyak nilai peninggalan sejarah dan budaya masa lampau, diantaranya rumah tua yang berumur ratusan tahun yang berarsitektur China dan Melayu. Pusat kerajinan batik Jambi juga terletak disini.
11. Museum Negeri Jambi
12. Candi Muaro Jambi
13. Taman Nasional Berbak
14. Pulau Berhala
Memiliki panorama pantai pasir putih dan batuan vulkanik yang sangat indah. Terdapat pula Benteng peninggalan Jepang pada salah satu bukit di Pulau Berhala.
Buku : Sekapur Sirih:
CINTA ALA JAMBI
Oleh Berlian Santosa - Ketua Forum Lingkar Pena Jambi dan

chairil anwar ibu

  chairil anwar - Ibu


Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai

Ibu…..

Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah

Ibu…..

Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan

Namun…..
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu….

Ibu….

Aku sayang padamu…..
Tuhanku….
Aku bermohon padaMu
Sejahterakanlah dia
Selamanya…..

 http://www.youtube.com/watch?v=RQtp4Dt8P-c

Selasa, 29 April 2014

BIOGRAFIK TENTANG ANWAR NASUTION

                                 BIOGRAFIK ANWAR NASUTION


Tapi, tampaknya mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun telah mengakhiri masa tugasnya di BI pada Selasa 27 Juli 2004, digantikan oleh Miranda Gultom. Sebelum melepas jabatan Deputi Senior Gubernur BI itu, ia telah dinominasikan di urutan pertama yang dipilih dan diajukan oleh DPR kepada presiden untuk menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggantikan Satrio Billy Joedono yang telah berakhir masa tugasnya.
Publik yakin, pria kelahiran Sipirok, Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis BelandaSumatera Utara 5 Agustus 1942, ini tidak sembarang melemparkan kritik terhadap bank sentral itu. Sebab sebagai seorang ekonom dan akademisi, ia diyakini punya alasan cukup kuat tentang pernyataan-pernyataannya. Doktor bidang ekonomi dari Tufts University, Massachusetts, USA 1982, itu mengatakan kritiknya tidak lepas dari tindakan BI sendiri. Lembaga ini lebih banyak berperan sebagai bagian dari birokrasi daripada sebagai bank sentral.
Menurutnya, hampir semua program kredit yang dikeluarkan BI lebih bernuansa politik. Sehingga terjadilah praktek mark up, korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta adanya investasi keliru yang mengakibatkan kehancuran sistem perbankan. Sebelum diberlakukannya UU No. 23/1999, BI memang masih belum independen dan masih mengucurkan kredit.
Sebelum menjabat di BI, ia juga mengungkapkan bagaimana ulah bank sentral ini yang diibaratkannya sebagai rumah gadai. Hal mana, BI kerap memberikan kredit tanpa memperhatikan karakter dan tingkah laku si penerima kredit itu sendiri. Tindakan itu berakibat fatal, dan harus dibayar mahal oleh perbankan nasional. Antara lain, katanya, itu terlihat dari tindakan BPPN yang harus membayar mahal ahli hukum, konsultan, dan tenaga ahli lainnya. Karena itu, lanjutnya, BI tidak boleh lagi memberi kredit-kredit yang bernuansa politik.
Lalu setelah masuk BI yang disebutnya 'sarang penyamun' itu, tampaknya ia tidak bisa berbuat banyak. Posisinya sebagai Deputi Senior Gubernur BI tidak cukup kuat untuk melakukan reformasi di bank central yang penuh noda itu. Mentalitas para pejabat dan karyawannya yang sudah terbiasa melayani kepentingan diri, sehingga berakibat kebijakan moneter negeri ini sempat amburadul, tak mudah diubah. Bahkan berbagai pihak sempat menduga bahwa ia menjadi larut dalam 'sarang penyamun' itu. Atau BI kini sudah tidak lagi sebagai'sarang penyamun'?
Namun, kelihatannya ia bukan orang yang diinginkan dalam tubuh BI. Presiden Megawati Sukarnoputri juga tampaknya tak melihat potensinya untuk dapat memperbaiki kinerja BI. Terbukti, ia tidak ikut dicalonkan untuk menjabat Gubernur BI menggantikan Syahril Sabirin yang akan berakhir masa jabatannya 17 Mei 2003. Padahal, sebelumnya banyak pihak menduga ia akan dicalonkan. Bahkan disebut, ia salah seorang yang paling layak dicalonkan daripada tiga calon yang diajukan presiden.
Ketidakkuasaannya melakukan reformasi dalam tubuh BI, tercermin juga dalam sikapnya sehari-hari. Ia malah sempat melontarkan betapa pihak asing tak memandangnya, karena jabatannya hanya deputi senior, saat syahril Sabirin dalam tahanan sekalipun. Lalu, ia pun sempat menyatakan mengundurkan diri bersama empat deputi Gubernur BI, secara serempak, saat Gubernur BI Syahril Sabirin ditahan karena dituduh terlibat kasus Bank Bali.
Pengunduran diri ini mengundang pro dan kontra. Ada yang mengiranya sebagai persekongkolan atau mungkin tekanan untuk mengganti Syahril Sabirin yang memang sudah lama diinginkan Presiden Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001)Abdurrahman Wahid ketika itu. Apalagi, sehari setelah pengunduran diri itu, presiden mengajukan namanya menjadi calon Gubernur BI bersama Dr Hartadi dan Fajriah Fajriah yang saat itu menjabat Lihat Daftar DirekturDirektur Pengawasan BI.
Namun, keinginan penggantian Gubernur BI itu rupanya tidak mudah dilakukan. Terjadi pro dan kontara tentang hal ini. Akhirnya pemerintah dan DPR sepakat (Minggu 19/11/2000) proses pergantian gubernur bank sentral itu diundur sambil menunggu revisi Undang-undang (UU) No. 23/1999 tentang BI.
Kendati Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001)Gus Dur sendiri tetap bersikeras mempertahankan Ketua BPK (2004-2009)Anwar Nasution sebagai calon gubernur BI. Pasalnya, Anwar dinilai memenuhi kriteria untuk menduduki posisi orang nomor satu di bank sentral itu. Kalangan DPR menolak pencalonan Anwar, karena selain ada parpol yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan Syahril, mekanisme yang ditempuh Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001)Gus Dur juga dinilai melanggar UU No. 23/1999.
Beberapa pengamat berpendapat, pengajuan tiga bakal nama calon gubernur BI dan deputi gubernur senior merupakan kesalahan, bahkan pemerintah bisa dikategorikan melanggar UU No. 23/1999. Syahril yang berstatus tahanan rumah dalam kasus Bank Bali (BB) tidak bisa diberhentikan begitu saja selama belum ada kepastian hukum yang menyebutkan dia bersalah. Ini disebut bukan sekadar intervensi, tapi juga pelanggaran UU.
Sementara, untuk mencegah kevakuman kepemimpinan BI, pemerintah tetap meminta kepada mereka yang mengundurkan diri untuk bekerja sampai terpilihnya deputi yang baru. Pemerintah memandang, pengunduran diri mereka bukan dilihat sebagai bentuk kegagalan kerja, tetapi merupakan permintaan pribadi masing-masing sebagai tanggung jawab moral terhadap apa yang terjadi di masa lalu.
Kepala Biro Humas BI Halim Alamsyah itu juga mengeluarkan pernyataan pers yang menyebutkan, penanggungjawab pelaksanaan tugas BI tetap dilaksanakan anggota Dewan Gubernur BI. Selain itu, BI mengimbau kalangan perbankan dan lembaga keuangan baik dalam maupun luar negeri serta masyarakat tetap tenang dan bertindak wajar, sehingga tak mengganggu upaya pemulihan ekonomi nasional yang saat ini sedang dilaksanakan.
Sementara itu, Ketua BPK (2004-2009)Anwar Nasution didampingi Deputi Gubernur BI Achyar Ilyas dan tiga orang staf BI sebelumnya menjenguk Syahril Sabirin di Rumah Tahanan (Rutan) Kejaksaan Agung. Lihat Daftar Wartawanwartawan yang mengira terjadi penandatanganan serah terima wewenang Gubernur BI di tahanan itu, langsung mengerumuni Anwar. Anwar membantah isu serah terima itu. Ia mengatakan, belum ada rencana Syahril mundur dari jabatan sebelum pengadilan memutuskan apakah salah atau tidak. Ia yang menjadi pelaksana tugas kepemimpinan BI setelah Syahril Sabirin ditahan, juga berkali-kali berkata tak tahu saat Lihat Daftar Wartawanwartawan menanyakan pendapatnya tentang rekayasa di balik penahanan Syahril
Perjalanan karir penulis Financial Institutions and Policies in Indonesia, ISEAS (1983), ini banyak berada di lingkungan akademis. Diawali sebagai asisten pengajar, dosen dan guru besar ekonomi di FEUI mulai tahun 1964 sampai sekarang. Selain itu sejak tahun 1985 menjadi pengajar tamu mata kuliah ekonomi di Lemhannas, Seskoal dan Seskoad. Pada tahun 1995-1996, ia sempat menjadi pengajar tamu mata kuliah ekonomi pembangunan di University of Helsinki, Finlandia. Selain itu ia juga aktip sebagai konsultan dan menjabat Komisaris Semen Gresik, dan Pelindo II.
Maka ketika ia baru diangkat menjadi Deputi Senior Gubernur BI, Rasa humor, saat sejumlah Lihat Daftar Wartawanwartawan ingin mengucapkan selamat, secara berkelakar ia mengatakan: "Jangan memberi ucapan selamat. Lebih tepat ucapan duka cita. Soalnya, gaji saya sekarang hanya sepertiga dari yang saya terima setiap bulannya. Padahal, tugas dan beban saya lebih berat," ucapnya tertawa, seperti dikutip sebuah majalah.
Ucapan itu tidak berlebihan. Sebab dengan menjadi Deputi Senior Gubernur BI, ia harus melepaskan sejumlah jabatannya. Soalnya, sebagai deputi senior, ia tidak bisa lagi merangkap jabatan. Selain itu, sudah pasti, waktunya akan banyak tersita di BI. Sehingga kesempatannya berceramah di mana-mana seperti sediakala dan untuk berkumpul dengan keluarga pun jadi berkurang. Termasuk shoping ke mal bersama anak dan isterinya. Bahkan, suatu kali, ia harus absen menemani anak dan isterinya berlibur ke luar negeri --sekaligus menjadi pembicara pada sebuah seminar di sana-- karena harus tampil di DPR untuk melakukan presentasi sebagai calon Deputi Senior Gubernur BI.
Kendati demikian, diangkatnya ia menjadi orang nomor dua di bank sentral itu bukan tidak mengundang pro-kontra. Alasannya macam-macam. Di antaranya sikap kritisnya terhadap pemerintah menyangkut kebijakan sektor ekonomi, moneter, maupun politik secara umum. Salah satu kritiknya yang paling monumental adalah: "Bank Indonesia itu sarang penyamun." Kritik ini membuat orang-orang BI tercengang dan berang. Sebagian ada pula yang mengatakan bahwa ia tidak berkemampuan membangun kerja tim. Juga keenggannya melepaskan jabatan sebagai Dekan FE UI.
Pria Batak berjiwa kebangsaan ini menghabiskan masa kecil di tanah kelahirannya Sipirok, Tapanuli Selatan. Di situ ia menamatkan SD dan SMP. Di SMP, ia meraih juara pertama. Lalu melanjut ke SMA Teladan, Medan. Di sini, ia menjadi "preman" --istilah di sana untuk anggota gank. Namun, sekolahnya tetap lancar.AN. Mengambil jurusan ilmu pasti dan pengetahuan alam, ia juga menjuarai mata pelajaran aljabar, goneometri, dan ilmu falak. Anehnya, "Mata pelajaran ekonomi malah saya tak suka," kanangnya.
Lalu, tak heran bila kemudian ia mendaftar di Fakultas Matematika & Ilmu Pasti Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB), 1961. Baru setahun ia kuliah, seorang rekan se-SMA "menggodanya". Rekannya bilang, lowongan untuk sarjana matematika susah. "Nanti mau kerja apa kau," kata si teman, yang lalu menganjurkannya pindah ke fakultas ekonomi. Anwar pun mendaftar ke FE UI dan diterima.
ITB pun ditinggalkan, lalu tinggal di asrama mahasiswa UI di Rawamangun. Ketika di asrama itu, ia memprakarsai nama asrama itu, Daksinapati, kata Sanskerta yang berarti "calon suami yang baik". Nama itu dipakai hingga kini. Pada 1966, ia turut menyelenggarakan seminar ekonomi, yang kesimpulannya dipakai sebagai bahan Ketetapan MPRS No. 63/MPRS/66.
Pada 1968, setelah lulus dari FE UI, ia mengajar di almamaternya, sambil menjadi tenaga bantuan pada Dirjen Moneter Departemen Keuangan. Sejak 1975, ia menjadi peneliti pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) FE UI. Menurutnya, hal yang menarik sebagai peneliti adalah tidak adanya ikatan birokrasi. Ia mengaku paling malas kalau disuruh rapat.
Ia pun kemudian meraih MPA di Harvard University, Massachusetts, USA pada tahun 1973. Tahun berikutnya (1974), ia menikah dengan perancang interior Maya Ayuna. Gelar doktornya dalam bidang ekonomi diraih di Tufts University, Medford, Massachusetts, USA pada tahun 1982. dengan disertasi berjudul "Macroeconomic Policies, Financial Institutions and a Short Run Monetary Model of the Indonesian Economy". Di negeri Paman Sam itu, penggemar joging ini, juga mendalami administrasi perpajakan.
Ia anak sulung dari enam bersaudara. Darah guru mengalir dalam tubuhnya. Kedua orangtuanya guru SMP. Pria yang suka kelakar ini, juga rajin berolahraga. dulu, pada 1970-an ia berlatih karate pada Lahardo. Sebagai murid yang setia, ia ikut berpartisipasi ketika Lahardo diadu melawan macan di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Sebelum Lahardo masuk gelanggang, ia dan teman-temannya mengelilingi sang macan. Tahu-tahu, ada penonton iseng melempar sesuatu. "Kami langsung bubar, karena macan keburu mengamuk duluan," tuturnya seraya tertawa terpingkel-pingkel.